Juru Sita Klaim Eksekusi Tambak Oso Selesai, Ketua PERADAN Dorong Lanjutkan Perang Hukum!

Berbagi :
Bangkit Pos - Sidoarjo, Kabar mengejutkan datang dari Pengadilan Negeri Sidoarjo yang mengklaim telah berhasil melakukan eksekusi lahan 9,85 hektar di Tambak Oso, Waru, pada Rabu (18/6/2025). Klaim ini sontak membuat H. Mansur, SH, Ketua Perkumpulan Advokat dan Pengacara Nusantara (PERADAN) Wilayah Jawa Timur, kaget, tersentak, dan seakan tak percaya. 
Pasalnya, sejak Rabu pagi hingga petang, ribuan massa umat Islam telah bersatu padu menghalau setiap upaya eksekusi, bahkan berhasil membuat aparat gabungan TNI, Polri, dan juru sita terpantau meninggalkan lokasi. 

"Saya benar-benar terkejut dan tersentak mendengar klaim eksekusi itu. Bagaimana mungkin eksekusi bisa dikatakan selesai, padahal ribuan umat berjuang mati-matian di lapangan, dan kami melihat sendiri aparat meninggalkan lokasi? Ini seperti ada upaya mengelabui publik," ujar H. Mansur, SH, dengan nada penuh pertanyaan dan ketidakpercayaan.

Menurut H. Mansur, SH, klaim eksekusi ini sarat dengan aksi kamuflase dan tidak memenuhi syarat serta ketentuan Eksekusi Riil sebagaimana diatur dalam hukum. Pembacaan penetapan eksekusi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi di bawah jalan tol, jauh dari objek sengketa utama yang diduduki warga, serta pemberitahuan yang mendadak, adalah pelanggaran serius terhadap asas publisitas dan transparansi dalam proses hukum. 
"Saya sempat menghubungi Kuasa Hukum pemilik tanah, H. Andi Fajar Tri Laksono, SH., M.H., eksekusi dianggap sarat dengan aksi kamuflase dan tidak memenuhi syarat dan ketentuan Eksekusi Riil," lanjut H. Mansur menirukan statement dari Kuasa Hukum, H. Andi Fajar SH, MH. 

Ia menjelaskan lebih lanjut, 

"Berdasarkan Pasal 218 ayat (2) RBg, eksekusi riil pada intinya harus melalui proses 'pengosongan, pembongkaran sampai proses penyerahan pada pihak Pemohon'. Namun, fakta di lapangan menunjukkan objek sama sekali tidak ada perubahan fisik, pembongkaran, maupun pengosongan, mengingat objek tersebut masih dalam penguasaan Miftahur Roiyan dan sejumlah kegiatan ternak." lanjutnya.
H. Mansur, SH, menegaskan bahwa ketiadaan pengosongan fisik dan masih berlanjutnya penguasaan oleh warga secara fundamental membuktikan bahwa eksekusi riil belum terlaksana. 

"Menurut penjelasan rekan sejawat saya H. Andi Fajar, Kuasa Hukum Principal, eksekusi tersebut belum pernah terjadi karena tidak terpenuhinya unsur-unsur esensial tersebut," tegas H. Mansur, SH. 

Ia juga menyoroti cacat prosedur pada surat pemberitahuan eksekusi. 

"Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi pada pihak Termohon tidak memenuhi unsur kepatutan yang diterima kurang dari 2 hari sebelum pelaksanaan juga jelas mengandung cacat prosedur. Ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap asas transparansi dan hak-hak warga," tambahnya, merujuk pada ketentuan yang mewajibkan pemberitahuan eksekusi pengosongan dengan jangka waktu yang memadai.

Lebih jauh, H. Mansur, SH, menyoroti anomali hukum yang mendasari sengketa ini. Meskipun putusan perdata telah berkekuatan hukum tetap hingga tingkat kasasi yang memenangkan PT Kejayan Mas, terdapat putusan pidana yang juga telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan transaksi dasar perolehan tanah ini melibatkan tindak pidana penipuan, dengan Agung Wibowo telah divonis bersalah dan dipenjara. 

"Ini adalah konflik putusan yang sangat mencolok. Bagaimana mungkin putusan perdata yang didasari oleh transaksi yang secara pidana telah terbukti sebagai penipuan, masih bisa dieksekusi? Ini adalah bentuk perampasan hak milik umat yang melawan hukum oleh mafia tanah," kritik H. Mansur, SH. 

Beliau menekankan bahwa perjanjian yang didasari penipuan adalah batal demi hukum sejak awal, sehingga putusan perdata yang mengesahkannya menjadi tidak berdasar secara substansi. 

Melihat kondisi ini, H. Mansur, SH, menyarankan dan mendesak Kuasa Hukum pemilik tanah untuk segera mengambil langkah-langkah hukum strategis yang agresif. 

Pertama, mengajukan Perlawanan Eksekusi (Verzet Eksekusi) kepada Ketua Pengadilan Negeri Sidoarjo, dengan fokus pada cacat formil pelaksanaan eksekusi, seperti lokasi yang tidak sah, pemberitahuan yang tidak patut, ketiadaan berita acara yang sah, dan tidak terpenuhinya unsur-unsur eksekusi riil (pengosongan, pembongkaran, penyerahan). Bersamaan dengan itu, memohon penundaan eksekusi (schorsing) untuk menghentikan tindakan fisik lebih lanjut. 

Kedua, mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung terhadap putusan kasasi perdata. 

"Putusan pidana penipuan itu adalah novum, bukti baru yang sangat menentukan. Ini adalah senjata utama bagi Kuasa Hukum untuk membatalkan putusan perdata yang menjadi dasar eksekusi. Kami akan pastikan Mahkamah Agung meninjau kembali putusan perdata ini demi keadilan bagi umat," tegas H. Mansur, SH, merujuk pada kemungkinan PK dapat menangguhkan eksekusi secara kasuistik.

Selain itu, H. Mansur, SH, juga menyarankan Kuasa Hukum untuk menyiapkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang baru jika eksekusi tetap dipaksakan dan menimbulkan kerugian, serta melaporkan dugaan pelanggaran disipliner terhadap jurusita atau pejabat pengadilan yang terbukti melanggar prosedur. Upaya advokasi dan koordinasi dengan Komnas HAM, Ombudsman, serta Kementerian ATR/BPN juga harus terus digencarkan untuk menyoroti kasus ini. 

"Kepada ribuan umat yang kemarin hadir dan berjuang, saya minta untuk tetap tenang, tidak terpancing provokasi, dan tetap sabar. Pengorbanan anda-anda semua tidak akan sia-sia. Upaya hukum lanjutan akan tetap diupayakan oleh kuasa hukum. Ghirah perjuangan umat Islam untuk mempertahankan tanah infaq ini tidak akan padam!" seru H. Mansur, SH, mengobarkan semangat perlawanan.

Melihat ketidakadilan yang terus berlanjut dan upaya perampasan hak umat ini, H. Mansur, SH, menyampaikan seruan khusus kepada pucuk pimpinan negara. 

"Kami memohon dengan hormat kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Bapak Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk tidak tinggal diam. Ini bukan hanya sengketa tanah, ini adalah penindasan terhadap hak-hak umat  yang tidak bermoral oleh mafia tanah. Presiden dan Wakil Presiden harus hadir ketika umat  ditindas, mengawal dan membantu penyelesaian perkara ini demi tegaknya keadilan sejati di bumi pertiwi," pungkas H. Mansur, SH, dengan suara penuh harap dan keyakinan, menegaskan komitmen PERADAN Jawa Timur dalam mengawal kasus ini hingga tuntas demi penegakan hukum untuk rakyat.

Daftar Isi [Tutup]

    Lebih baru
    Lebih lama

    0 Komentar

    Posting Komentar

    Terima Kasih atas komentar anda. Yuk bagikan informasi ini kepada teman anda!