Pilih Berhenti Kuliah Untuk Jaga Warung Madura, Ternyata Segini Gajinya
Faruq, seorang mahasiswa di Surabaya, hampir lulus. Skripsinya sudah dekat revisi, namun ia memilih berhenti kuliah. Ini bukan karena malas, melainkan ia menemukan peluang ekonomi unik sebagai penjaga Warung Madura saudaranya.
Sebelumnya, Faruq bekerja sebagai kurir aplikasi sambil kuliah. Tujuannya adalah membiayai makan dan kos. Tapi ritmenya berat, dari pagi hingga subuh, lalu kuliah dengan mata mengantuk. Hasilnya sedikit, hanya kelelahan.
Kesempatan pun muncul: Warung Madura dekat kampus butuh penjaga malam. Tawaran menggiurkan datang: tinggal di ruko gratis kos, plus gaji besar. Siapa tak mau?
Hanya dalam dua setengah bulan, Faruq mengantongi 7 juta rupiah dari shift malam. Gaji besar dan kerja ringan: menjaga stok dan melayani pembeli. Gaji ini melebihi UMR, membuatnya menunda skripsi.
Ia berpendapat, ijazah memang penting. Namun, gaji 7 juta rupiah terasa lebih nyata daripada ijazah yang belum selesai. Pengalaman belajar bisa ditunda, tapi kebutuhan hidup harus stabil.
Setelah desakan, Faruq akhirnya lulus pada 2024. Tapi ia tetap memilih bertahan di warung, tak mencari kerja kantoran. Dengan keuntungan, ia belajar manajemen, mencatat stok, dan merencanakan warung sendiri.
Berdasarkan laporan Harian Disway dan RCTI Plus, gaji penjaga Warung Madura bisa kompetitif. Di Surabaya, omzet harian 2-3 juta rupiah. Penjaga dapat 10% omzet harian, sekitar 300 ribu.
Dana harian ini diakumulasi jadi 9 juta per bulan. Setelah potong sewa sekitar 834 ribu, sisa dibagi dua: sekitar 4,08 juta untuk penjaga dan pemilik. Gaji bulanan bisa capai 6-7 juta per pasangan.
Angka ini menarik, terutama bagi pekerja non-kantoran. Meski gaji bervariasi (ada yang 1,5-2 juta), umumnya bisa menembus UMR, apalagi jika warung strategis dan omzet tinggi.
Banyak mahasiswa tertarik karena kerja ringan dan penghasilan cukup. Tidak perlu lembur, kuliah aman. Ada tempat tinggal gratis, menghemat biaya kos. Ini modal usaha mandiri.
Sisa uang bisa ditabung untuk investasi atau modal usaha kecil. Dukungan komunitas suku Madura sangat membantu. Faruq belajar dari saudaranya, membangun jaringan yang mendorongnya tumbuh.
Pilihan Faruq bukan tanpa tujuan. Ia realistis, berada di ekosistem berdampak jelas. Skripsi tak hilang, hanya menunggu. Uang digunakan untuk hidup dan masa depan.
Ini menunjukkan dinamika modern: gelar akademik bukan satu-satunya jalan. Bekerja di warung, jika serius dan ada kesempatan belajar, bisa jadi pondasi lebih kuat dibanding gelar tanpa arah.
Perlu diingat, tidak semua orang punya akses dukungan seperti Faruq (warung keluarga, potensi waralaba, komunitas). Gaji tinggi juga tergantung lokasi dan omzet warung.
Bagi mahasiswa atau lulusan baru, jangan malu bekerja paruh waktu, membangun relasi, atau menjajal dunia usaha. Gelar berguna, tapi jiwa mandiri dan pengalaman bertahan hidup sangat berharga.
Daftar Isi [Tutup]
0 Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih atas komentar anda. Yuk bagikan informasi ini kepada teman anda!